Design a site like this with WordPress.com
Mulakan

4 PERKARA YANG PATUT ADA SEMASA SEDEKAH ATAU INFAK

Empat perkara yang mesti ada semasa melakukan infak:

1) Benda yang halal.

2) Benda yang diberi adalah baik dan berguna [257].

3) Niat mencari keredhaan Ilahi [265].

4) Kepuasan hati [265]. Amalan yang dilakukan kerana Allah Ta’ala tidak akan menyebabkan perasaan kecewa. Kekecewaan timbul kerana tiadanya keikhlasan.

Perumpamaan sedekah yang diikuti perkataan dan kelakuan yang menyakitkan:

*Seperti orang yang memberi infak kerana menunjuk-nunjuk kepada manusia dan juga tidak mempercayai Allah dan Hari Akhirat.

*Seperti batu licin yang diliputi tanah dan debu, yang kemudiannya dihilang kan oleh hujan yang lebat. Allah dan Perumpamaan sedekah yang baik (yang bertujuan mencari keredhaan untuk keteguhan jiwa)

MUTIARA AL-QURAN Satu Pendekatan Ke Arah Memahami  Al-Quran M/S : 68

4 Perkara Yang Sepatutnya Ada Semasa Berinfak Atau Sedekah

Berkenaan Infak (sedekah):

Galakan pemberian sedekah semata-mata kerana mencari keredhaan Allah Ta’ala dan sedekah yang ikhlas menghasilkan kebajikan yang berganda-ganda [261]. Apa yang dibelanjakan di jalan Allah digandakan sebanyak 700 kali ganda dan lagi “Allah akan melipatgandakan pahala bagi sesiapa yang dikehendaki-Nya.

Empat perkara yang sepatutnya  tidak ada semasa melakukan infak [264]:

1)Syirik

2) Jangan riya.

3) Jangan ada ucapan yang menyakiti.

4) Jangan ada kelakuan yang menyakiti.

MUTIARA AL-QURAN -Satu Pendekatan Ke Arah Memahami  Al-Quran M/S : 68

MEMECAH BELAH PERSATUAN ⁉️

MEMECAH BELAH PERSATUAN ⁉️

Jika seseorang atau sekelompok orang, mendakwahkan tauhid dan sunnah dan memperingatkan dari kesyirikan dan bid’ah, lantas dikatakan PEMECAH BELAH PERSATUAN, maka tidak perlu heran, karena jauh sebelumnya, Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga dikatakan pemecah belah persatuan ketika mendakwahkan tauhid dan sunnah. 

Pada suatu hari Utbah bin Rabi’ah, seorang pembesar kaum Quraisy, datang ke masjid berjumpa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, yang pada saat itu sedang duduk sendirian.

Utbah pun berkata; 

يا ابن أخي ، إنك منا حيث قد علمت من السطة في العشيرة ، والمكان في النسب ، وإنك قد أتيت قومك بأمر عظيم ، فرقت به جماعتهم ، وسفهت به أحلامهم ، وعبت به آلهتهم ودينهم ، وكفرت به من مضى من آبائهم ، فاسمع مني أعرض عليك أمورا تنظر فيها لعلك تقبل منا بعضها .

“Hai anak saudaraku, sesungguhnya engkau berasal dari golongan kami, dimana aku tahu keluarga dan kedudukan keturunanmu, yang dengannya engkau ‘MEMECAH BELAH PERSATUAN MEREKA, engkau bodohkan akal pikiran mereka, engkau cela sesembahan dan agama mereka dan engkau kafirkan nenek moyang mereka yang telah pergi. Dengarkanlah aku, aku hendak mengajukan beberapa hal yang perlu engkau tinjau kembali. Mudah-mudahan engkau menerima sebagiannya.” dst. (Tafsir Ibnu Katsir QS; Surah Fushshilat :3-4).

Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam membacakan awal surat Fushshilat kepada Utbah:

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ – حم – تَنْزِيلٌ مِنَ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ – كِتَابٌ فُصِّلَتْ آيَاتُهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ – بَشِيرًا وَنَذِيرًا فَأَعْرَضَ أَكْثَرُهُمْ فَهُمْ لَا يَسْمَعُونَ

“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Haa Miim. Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui, yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling (daripadanya); maka mereka tidak (mau) mendengarkan” (Surat Fushilat : 1-4)

Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam terus membaca ayat demi ayat sementara Utbah mendengarkannya sampai pada firman Allah subhaanahu wa ta’aala :

فَإِنْ أَعْرَضُوا فَقُلْ أَنْذَرْتُكُمْ صَاعِقَةً مِثْلَ صَاعِقَةِ عَادٍ وَثَمُودَ

“Jika mereka berpaling maka katakanlah: “Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum ‘Aad dan Tsamud”.

(Surat Fushilat : 13)

Hingga Utbah terperanjat saat mendengar ancaman siksa.

Memang benar Utbah tidak masuk Islam dengan tauhid yang benar yang dibawa oleh Rasulullah tapi jiwanya melunak kepada agama Islam.

Oleh karena itu, bersabarlah dengan apa-apa yang mereka lakukan dan mereka katakan. 

Allah Ta’ala berfirman :

وَٱصۡبِرۡ عَلَىٰ مَا يَقُولُونَ وَٱهۡجُرۡهُمۡ هَجۡرٗا جَمِيلٗا

Dan bersabarlah (Muhammad) terhadap apa yang mereka katakan dan tinggalkanlah mereka dengan cara yang baik. (Surat Al-Muzzammil, Ayat 10). 

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah :

يقول تعالى آمرا رسوله صلى الله عليه وسلم بالصبر على ما يقوله من كذبه من سفهاء قومه ، وأن يهجرهم هجرا جميلا ؛ وهو الذي لا عتاب معه . 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk bersabar terhadap ucapan orang-orang yang mendustakannya dari kalangan orang-orang yang kurang akalnya dari kaumnya, dan hendaklah dia menjauhi mereka dengan cara yang baik, yaitu dengan cara yang tidak tercela. (Tafsir Ibnu Katsir). 

Berkata Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah,

ومن الأمور النافعة أن تعرف أن أذية الناس لك

وخصوصاً في الأقوال السيئة، لا تضرك بل تضرهم،

“Di antara perkara yang bermanfaat yang mesti kamu ketahui, bahwasanya gangguan manusia kepadamu, khususnya berupa ucapan jelek, tidak memudaratkanmu, bahkan justru memudaratkan mereka.

إلا إن أشغلت نفسك في الاهتمام بها، وسوغت لها أن تملك مشاعرك، فعند ذلك تضرك كما ضرتهم، فإن أنت لم تضع لها بالاً لم تضرك شيئاً.

Kecuali jika kamu sibukkan dirimu dengan memperhatikannya dan kamu biarkan ucapan itu mengendalikan kemarahanmu. Maka saat itulah (ucapan itu) akan memudaratkanmu sebagaimana memudaratkan mereka. Jika kamu tidak memperdulikannya, ucapan jelek itu tidak akan memudaratkanmu sama sekali.” (Al Wasailul Mufidah lil Hayatis Sa’idah hlm. 30). 

AKHLAK ANTARA TABIAT DAN USAHA

AKHLAK ANTARA TABIAT DAN USAHA 🍃

Rosulullah ﷺ pernah berkata kepada salah seorang shohabat beliau yaitu Al-Asyaj Abd Al-Qois rodhiyallahu ‘anhu,

إن فيك خصلتين يحبهما الله : الحلم و الأناة قال : يا رسول الله  أهما خلقان تخلقت بهما أم جبلني الله عليهما ؟ قال : بل الله جبلك عليهما فقال : الحمد لله الذي جبلني على خلقين يحبهما الله ورسوله 

“Sesungguhnya pada dirimu ada dua perangai yang dicintai Allah yaitu “al-hilm” (mengendalikan diri ketika marah) dan “al-anah” (tidak tergesa-gesa). 

Dia berkata, “Wahai Rosulullah, apakah dua perangai itu karena aku yang membentuknya ataukah Allah yang telah menjadikannya sebagai tabiat?” 

Beliau ﷺ bersabda, “Allah yang menjadikannya bagimu sebagai tabiat.” 

Dia berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah mengaruniakan kepadaku dua perangai yang dicintai Allah dan Rosul-Nya.” 

(HR. Abu Dawud 5225)

Faedah Hadits:

1). Akhlak yang baik termasuk perkara yang mendatangkan kecintaan Allah. 

Rosulullah ﷺ mengatakan, “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. At-Tirmidzi 1162)

2). Al-hilm dan al-anah dua perangai utama yang dicintai Allah yang semestinya setiap kita berhias dengannya.

3). Cepat marah dan suka tergesa-gesa perangai yang dibenci Allah. 

Rosulullah ﷺ mengatakan, “Jangan marah” dan “Tergesa-gesa dari syaithon”.

4). Para ulama mengatakan akhlak terpuji ada yang berasal dari tabiat dan ada juga yang diusahakan seseorang untuk bertabiat dengannya.

5). Baik tabiat maupun usaha keduanya sama-sama terpuji dan sama-sama utama. Meski yang tabiat lebih baik keadaannya dari sisi tidak membutuhkan lagi usaha karena Allah telah mengaruniakannya.

6). Di sana ada tuntutan siapa yang tidak baik perangainya hendaklah dia membiasakan diri agar mempunyai akhlak yang terpuji.

7). Bersyukur kepada Allah seraya mengucapkan alhamdulillah atas segala karunia yang Allah berikan.

8). Lebih mengutamakan kecintaan Allah dan Rosul-Nya ﷺ daripada kecintaan dan keridhoan seluruh manusia.

9). Tidak ada kelaziman orang yang mencintai Allah dan Rosul-Nya ﷺ maka dicintai Allah dan Rosul-Nya ﷺ. Tetapi orang yang dicintai Allah sudah barang tentu Allah mencintainya. Sebab itu Al-Hasan Al-Bashri berkata, “Timbangannya bukan engkau mencintai tetapi bagaimana agar engkau dicintai.”

10). Keutamaan shohabat Al-Asyaj Abd Al-Qois.

JALAN YANG LURUS “ASH-SHIROTHOL MUSTAQIM”

JALAN YANG LURUS “ASH-SHIROTHOL MUSTAQIM” 💦

Setiap kali sholat kita selalu memohon kepada Allah agar ditunjukkan kepada jalan yang lurus seraya membaca,

اهدنا الصراط المستقيم صراط الذين أنعمت عليهم 

“(Ya Allah) tunjukilah kami kepada jalan yang lurus yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat.” (Al-Fatihah: 5-6)

https://t.me/manhajulhaq

Lalu apa sebetulnya yang dimaksud dengan jalan yang lurus? 

Ada beberapa pendapat di antara para ulama dalam memaknai “Ash-Shirothol Mustaqim”,

1). Jalannya Rosulullah ﷺ dan para shohabat yakni cara beragama mereka.

2). Jalan yang mengantarkan kepada ilmu yang bermanfaat dan amalan yang sholih.

3). Jalannya para Nabi, para shiddiqin, syuhada, dan sholihin.

Semua pendapat di atas tidak saling bertentangan dan bisa dikompromikan. Karena inti dari jalan yang lurus esensinya manhaj atau jalan yang ditempuh oleh Rosulullah ﷺ dan para shohabat beliau terutama jalan dalam beraqidah.

Al-Imam Ibnu Jarir Ath-Thobari (310 H) menukilkan riwayat Abul Aliyah Ar-Riyahi (yang bernama asli Rufai bin Mihraan, ulama generasi tabiin, wafat 93H), 

“Ash-Shiroothol Mustaqim” maksudnya adalah jalannya Rosulullah ﷺ dan kedua shohabatnya sepeninggal beliau yaitu Abu Bakr dan Umar.” 

(Jami’ul Bayan 1/75)

Semua jalan yang menyalahi jalannya Rosulullah ﷺ dan para shohabat, baik itu jalannya tradisi, organisasi, pikiran atau pendapat maka semua itu jalan yang bengkok dan berliku.

Jalan bengkok itu yang diambil oleh “al-maghdhuubi ‘alaihim” (orang-orang yang dimurkai) yaitu Yahudi mereka mengetahui kebenaran tetapi membelakanginya. Termasuk pula orang-orang yang meniru jalan mereka.

Jalan bengkok itu juga diambil oleh “adh-dhoollin” (orang-orang yang sesat) yaitu Nashroni mereka berkeyakinan dan beramal tanpa dasar ilmu dan pemahaman yang benar. Termasuk pula orang-orang yang meniru jalan mereka.

Wahai saudaraku, jika kita betul-betul menyadari makna ayat di atas setiap kali membacanya dalam sholat, kelak Allah menunjuki kita kepada jalan yang lurus meski kebanyakan orang menyelisihinya.

Sunnatullah, Orang Muslim akan Mengikuti Jejak Cara Beragama Orang Kafir

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 120)

Diterangkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana diriwayatkan dari sahabat ‘Adi ibnu Hatim radhiallahu ‘anhu di dalam hadits yang panjang, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya Yahudi itu adalah yang dimurkai dan Nashara adalah orang-orang yang disesatkan.” [HR At-Tirmidzi dalam Sunan-nya no. 4029, Shahihul Jami’ no.8202

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ  . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ  وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ

“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“ (HR. Bukhari no. 7319)

Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ : فَمَنْ

“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim no. 2669).

HUKUM-HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TAUHID RUBUBIYYAH

HUKUM-HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TAUHID RUBUBIYYAH:

1. Mengesakan Allah dalam al-khalq (penciptaan), al-mulk (kepemilikan), dan al-tadbir (pengaturan)

Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللَّهِ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَأَنَّى تُؤْفَكُونَ

“Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepada kamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan selain Dia; maka mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan).” (QS Fathir: 3)

اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ

“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” (QS al-Zumar: 62)

قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَا يَمْلِكُونَ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ وَمَا لَهُمْ فِيهِمَا مِنْ شِرْكٍ وَمَا لَهُ مِنْهُمْ مِنْ ظَهِيرٍ، وَلَا تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ عِنْدَهُ إِلَّا لِمَنْ أَذِنَ لَهُ

“Katakanlah: ‘Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah, mereka tak memiliki kekuasaan seberat dzarrahpun di langit maupun di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu andil apapun dalam (penciptaan) langit dan bumi, dan sama sekali tidak ada di antara mereka menjadi pembantu bagi-Nya. Dan tiadalah berguna syafaat di sisi Allah, kecuali bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafaat itu…’” (QS Saba`: 22-23)

Allah menciptakan apa saja yang Allah kehendaki, kapan saja, dan di mana saja, karena Allah adalah فَعَّالٌ لِمَا يَرِيْدُ “Allah maha melakukan apa yang Allah kehendaki”

Jika ditinjau dari sifat khalq (penciptaan) maka sifat tersebut bersifat qadim/azali (قَدِيْمُ النَّوْعِ), yaitu tak berpermulaan, karena sifat itu disandang oleh Allah. Namun jika ditinjau dari sisi makhluk sebagai obyek yang Allah ciptakan maka makhluk adalah sesuatu yang baru (حَدِيْثُ الآحَادِ), dan berpermulaan, dari sebelumnya tidak ada lantas diadakan oleh Allah. Contoh, penciptaan Allah terhadap Adam merupakan perkara yang baru, setelah Allah menciptakan malaikat.

2. Tauhid Rububiyyah berkonsekuensi kepada tauhid Uluhiyyah.

Karena hanya Allah sendiri yang mencipta dan mengatur maka hanyalah Dia saja yang berhak disembah. Sebagaimana dalam sebuah hadis, Ibnu Mas’ud pernah bertanya kepada Nabi,

سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ؟ قَالَ: أَنْ تَجْعَلَ لِلهِ نِدًّا، وَهُوَ خَلَقَكَ

“Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Dosa apakah yang paling besar?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Engkau menyekutukan Allah padahal Dia yang telah menciptakanmu.” [1]

Sekiranya ada selain Allah yang ikut menciptakan dan memberi rezeki maka ia pun berhak disembah, akan tetapi itu adalah hal yang tidak mungkin.

Allah berfirman:

قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ قُلِ اللَّهُ قُلْ أَفَاتَّخَذْتُمْ مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ لَا يَمْلِكُونَ لِأَنْفُسِهِمْ نَفْعًا وَلَا ضَرًّا قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الْأَعْمَى وَالْبَصِيرُ أَمْ هَلْ تَسْتَوِي الظُّلُمَاتُ وَالنُّورُ أَمْ جَعَلُوا لِلَّهِ شُرَكَاءَ خَلَقُوا كَخَلْقِهِ فَتَشَابَهَ الْخَلْقُ عَلَيْهِمْ قُلِ اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ

“Katakanlah: ‘Siapakah Tuhan langit dan bumi?’ Jawabnya: ‘Allah.’ Katakanlah: ‘Maka patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?’ Katakanlah: ‘Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?’ Katakanlah: ‘Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dialah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.’” (QS al-Ra’d: 16)

Allah berfirman:

قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَسَلَامٌ عَلَى عِبَادِهِ الَّذِينَ اصْطَفَى آللَّهُ خَيْرٌ أَمَّا يُشْرِكُونَ، أَمَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَأَنْزَلَ لَكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَنْبَتْنَا بِهِ حَدَائِقَ ذَاتَ بَهْجَةٍ مَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُنْبِتُوا شَجَرَهَا أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ بَلْ هُمْ قَوْمٌ يَعْدِلُونَ، أَمَّنْ جَعَلَ الْأَرْضَ قَرَارًا وَجَعَلَ خِلَالَهَا أَنْهَارًا وَجَعَلَ لَهَا رَوَاسِيَ وَجَعَلَ بَيْنَ الْبَحْرَيْنِ حَاجِزًا أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ، أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ، أَمَّنْ يَهْدِيكُمْ فِي ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَنْ يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ تَعَالَى اللَّهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ، أَمَّنْ يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَمَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

“Katakanlah: ‘Segala puji bagi Allah dan kesejahteraan atas hamba-hamba-Nya yang dipilih-Nya. Apakah Allah yang lebih baik, ataukah apa yang mereka persekutukan dengan Dia?

Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air untukmu dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran).

Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan yang menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengkukuhkan)nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui.

Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).

Atau siapakah yang memimpin kamu dalam kegelapan di dataran dan lautan dan siapa (pula)kah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira sebelum (kedatangan) rahmat-Nya? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Maha Tinggi Allah terhadap apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya).

Atau siapakah yang menciptakan (manusia dari permulaannya), kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)?. Katakanlah: “Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar.’”  (QS al-Naml 59: 64)

Kaum musyrik Arab mengakui tauhid Rububiyyah ([2]) akan tetapi pengakuan ini tidak cukup untuk menyelamatkan mereka dari azab neraka. Pengakuan mereka terhadap tauhid Rububiyyah menuntut mereka untuk bertauhid Uluhiyyah, yaitu hanya beribadah kepada Allah semata, ([3]) namun mereka tidak memenuhinya.

3. Tauhid al-Rububiyyah merupakan konsekuensi dari tauhid al-Asma’ was-Shifat.

Karena sifat-sifat Allah yang maha sempurna -tiada yang setara dengannya- maka أَفْعَالُ اللهِ (perbuatan-perbuatan Allah) juga sempurna, maka Rububiyyah Allah juga sempurna.

Allah menciptakan semuanya dari ketiadaan menjadi ada

Allah berfirman,

هَلْ أَتَىٰ عَلَى الْإِنسَانِ حِينٌ مِّنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُن شَيْئًا مَّذْكُورًا

“Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?” (QS al-Insan: 2)

Allah berfirman:

قَالَ كَذَٰلِكَ قَالَ رَبُّكَ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ وَقَدْ خَلَقْتُكَ مِن قَبْلُ وَلَمْ تَكُ شَيْئًا

‘Demikianlah.’ Rabb-mu berfirman: ‘Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan sesunguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali.’” (QS Maryam: 9)

أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ

“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?” (QS al-Thur: 35)

Semua yang ada selain Allah adalah ciptaan Allah, termasuk perbuatan manusia ([4])

_________

[1] HR al-Bukhari no. 4477 dan Muslim no. 86.

([2]) Akan datang penjelasannya.

([3]) Dari sini diketahui bahwa di antara penyimpangan Ahli Kalam (dari kalangan Mu’tazilah, Asya’irah, dan Maturidiyyah) adalah memfokuskan bahasan tentang keesaan “Tuhan” dari aspek Rububiyyah. Mereka menganggap itulah tujuan utama tauhid, dan mereka lalai untuk membahas tauhid Uluhiyyah. Silahkan periksa pernyataan al-Qadhi ‘Abdul-Jabbar, tokoh Mu’tazilah, tentang definisi tauhid dalam Syarh al-Ushul al-Khamsah, hlm. 128-129, pernyataan Ibnul-‘Arabi dalam Qanun at-Ta’wiil, hlm. 542, pernyataan al-Iji di al-Mawaaqif, hlm. 278-279. Begitu pula al-Ghazzali dalam al-Iqtishad fil-I’tiqad, hlm. 49-52, al-Isfirayini dalam al-Tabshir fid-Diin, hlm. 155, al-Juwaini dalam al-Irsyad, hlm. 69-71 dan Luma’ al-Adillah, hlm. 98-99, ‘Abdul-Qahir al-Baghdaadi dalam al-Farq baina al-Firaq, hlm. 328, dan pernyataan al-Baqillani dalam Tamhid al-Awail, hlm. 41. Silahkan lihat risalah guru kami Abu Saif al-Juhani yang berjudul Wujuh Inhiraf al-Mutakallimin fi Mafhum al-Tauhid.

Padahal siapa yang mentauhidkan Allah pada Rububiyyah-Nya saja tanpa dibarengi dengan mentauhidkan pada Uluhiyyah-Nya maka tauhidnya sia-sia, sebagaimana halnya kaum muysrik Arab.

([4]) Pembahasan tentang hal ini membutuhkan uraian yang panjang, dan telah penulis ulas dalam buku Penjelasan Kitab at-Tauhid, pada bab no 59

KAUM MUSYRIK ARAB BERIMAN DENGAN TAUHID RUBUBIYYAH

KAUM MUSYRIK ARAB BERIMAN DENGAN TAUHID RUBUBIYYAH ([1])

Dalil-dalil yang menunjukan bahwa kaum musyrik Arab mengakui tauhid Rububiyyah

Sangat banyak dalil yang menunjukan bahwa kaum musyrik Arab mengakui dan meyakini tauhid Rububiyyah, bahwa Allah yang menciptakan dan mengatur alam semesta, yang memberi rezeki, serta yang menghidupkan dan mematikan.

Pertama: Dalil-dalil yang menunjukan ketika mereka ditanya siapakah yang mengatur alam semesta maka dengan serta merta mereka menjawab bahwa Allah yang mengatur seluruhnya.

Di antaranya adalah ayat-ayat berikut:

Firman Allah:

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ

“Katakanlah: ‘Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab: ‘Allah.’ Maka katakanlah, ‘Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?’” (QS Yunus: 31)

قُلْ لِمَنِ الْأَرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ، سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ، قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ، سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ، قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ، سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ

“Katakanlah: ‘Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?’  Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak ingat?’  Katakanlah: ‘Siapakah Empunya langit yang tujuh dan Empunya ´Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?’” (QS al-Mu`minun: 84-89)

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ

“Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: ‘Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?’ Tentu mereka akan menjawab: ‘Allah.’ Maka mengapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar).” (QS al-‘Ankabut: 61)

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ

“Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: ‘Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?’ Tentu mereka akan menjawab: ‘Allah.’ Katakanlah: ‘Segala puji bagi Allah.’ Tetapi kebanyakan mereka tidak memahami(nya).”  (QS al-‘Ankabut: 63)

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ

“Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?’ Tentu mereka akan menjawab: ‘Allah.’ Katakanlah: ‘Segala puji bagi Allah.’ Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS Luqman: 25)

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ

“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?’ Niscaya mereka menjawab: ‘Allah.’” (QS al-Zumar: 38)

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ خَلَقَهُنَّ الْعَزِيزُ الْعَلِيمُ

“Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?’ Niscaya mereka akan menjawab: ‘Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.’” (QS al-Zukhruf: 9)

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ

“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: ‘Siapakah yang menciptakan mereka?’ Niscaya mereka menjawab: ‘Allah.’ Maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?” (QS Az-Zukhruf: 87)

Kedua: Mereka juga berdoa kepada Allah. Tentu saja ini merupakan dalil yang kuat bahwa mereka mengakui Allah sebagai Tuhan mereka. Bahkan tatkala dalam keadaan terdesak mereka ikhlas beribadah kepada Allah.

Di antara dalil-dalil tentang ini adalah:

Firman Allah:

فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ

“Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” (QS al-‘Ankabut: 65)

Ibnu Jarir berkata:

يَقُولُ تَعَالَى ذِكْرُهُ: فَإِذَا رَكِبَ هَؤُلَاءِ الْمُشْرِكُونَ السَّفِينَةَ فِي الْبَحْرِ، فَخَافُوا الْغَرَقَ وَالْهَلَاكَ فِيهِ {دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ} يَقُولُ: أَخْلَصُوا لِلَّهِ عِنْدَ الشِّدَّةِ الَّتِي نَزَلَتْ بِهِمُ التَّوْحِيدَ، وَأَفْرَدُوا لَهُ الطَّاعَةَ، وَأَذْعَنُوا لَهُ بِالْعُبُودَةِ، وَلَمْ يَسْتَغِيثُوا بِآلِهَتِهِمْ وَأَنْدَادِهِمْ، وَلَكِنْ بِاللَّهِ الَّذِي خَلَقَهُمْ {فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبِرِّ} يَقُولُ: فَلَمَّا خَلَّصَهُمْ مِمَّا كَانُوا فِيهِ وَسَلَّمَهُمْ، فَصَارُوا إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يَجْعَلُونَ مَعَ اللَّهِ شَرِيكًا فِي عِبَادَتِهِمْ، وَيَدْعُونَ الْآلِهَةَ وَالْأَوْثَانَ مَعَهُ أَرْبَابًا

“Allah berfirman bahwa apabila mereka kaum musyrik naik kapal di laut dan mereka takut tenggelam dan binasa di laut maka ((mereka pun berdoa kepada Allah dengan ikhlas)). Mereka mengikhlaskan tauhid kepada Allah tatkala dalam keadaan terdesak yang menimpa mereka. Merekapun mengesakan ketaatan hanya kepada Allah, dan mereka tunduk beribadah kepada Allah, mereka tidak ber-istighatsah kepada sesembahan-sesembahan mereka, akan tetapi mereka ber-istighatsah kepada Allah yang telah menciptakan mereka. ((Tatkala Allah menyelamatkan mereka ke darat)) yaitu tatkala Allah menghilangkan kesulitan mereka dan menyelamatkan sehingga akhirnya mereka tiba di darat, ternyata mereka kembali menjadikan sekutu bagi Allah dalam beribadah, dan mereka selain berdoa kepada Allah juga berdoa kepada sesembahan-sesembahan dan berhala-berhala mereka.” ([2])

Al-Qurthubi berkata:

قَوْلُهُ تَعَالَى: (فَإِذا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ) يَعْنِي السُّفُنَ وَخَافُوا الْغَرَقَ (دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ) أَيْ صَادِقِينَ فِي نِيَّاتِهِمْ، وَتَرَكُوا عِبَادَةَ الْأَصْنَامِ وَدُعَاءَهَا. (فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذا هُمْ يُشْرِكُونَ) أَيْ يَدْعُونَ مَعَهُ غَيْرَهُ

“((Maka jika mereka di lautan)) yaitu di atas kapal dan mereka takut  tenggelam maka ((mereka pun berdoa kepada Allah dengan ikhlas)), meluruskan niat mereka dan meninggalkan peribadahan serta berdoa kepada berhala-berhala. Tatkala Allah menyelamatkan mereka ke darat mereka kembali berbuat kesyirikan yaitu mereka berdoa kepada Allah dan juga kepada selain Allah.” ([3])

Footnote:

([1]) Pembahasan ini diambil dari buku penulis yang berjudul Ketinggian Allah di atas Makhluk-Nya.

([2]) Tafsir al-Thabari, vol XVIII, hlm. 441.

([3]) Tafsir al-Qurthubi, vol. XIII, hlm. 363.

ALASAN MENGIKUTI TRADISI NENEK MOYANG ATAU ULAMAK TERDAHULU ⁉️

ALASAN MENGIKUTI TRADISI NENEK MOYANG ATAU ULAMAK TERDAHULU ⁉️

Sebagian kaum muslimin, memilih untuk mengikuti adat kebiasaan orang-orang tua mereka dan nenek-nenek moyang mereka, dalam beberapa perkara dan dalam beberapa amalan. 

Ada yang meyakini kebenaran amalan nenek moyang tersebut, adapula karena takut tertimpa kemudharatan, ada juga demi keamanan, menghindari keributan dan untuk menyenangkan hati-hati mereka.

Itulah realita disebagian masyarakat. Dan apabila disampaikan kepada mereka, bahwa perkara itu atau amalan tersebut tidak ada dalilnya, tidak ada syariatnya, tidak ada contohnya dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya, mereka pun menolak dan membantahnya.

Jawaban mereka sama seperti halnya jawaban orang-orang terdahulu di zaman para Nabi dan Rasul, apabila dikatakan kepada mereka, “Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul”, mereka mengatakan, kami hanya mengikuti kebiasaan nenek moyang kami.

Allah Ta’ala berfirman:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ.

Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) NENEK MOYANG kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk?” (QS. Al Baqoroh 170).

Dan Allah Ta’ala berfirman:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ قَالُوا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ..

Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul”. Mereka menjawab: “Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati NENEK MOYANG KAMI mengerjakannya”.  Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk? (QS. Al Maidah 104).

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah :

Apabila mereka diseru untuk mengikuti agama Allah, syariat-Nya, dan hal-hal yang diwajibkan-Nya serta meninggalkan hal-hal yang diharamkan-Nya, maka mereka menjawab, “Cukuplah bagi kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya,” yakni peraturan-peraturan dan tradisi yang biasa dilakukan oleh NENEK MOYANG mereka.

Allah Ta’ala berfirman:

Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun NENEK MOYANG mereka itu tidak mengetahui apa-apa. (QS. Al-Maidah: 104)

Yakni tidak mengerti perkara yang hak, tidak mengetahuinya, tidak pula mendapat petunjuk mengenainya. Maka bagaimanakah mereka akan mengikuti nenek moyang mereka, sedangkan keadaan nenek moyang mereka demikian? Mereka hanyalah mengikuti orang-orang yang lebih bodoh daripada mereka dan lebih sesat jalannya. (Tafsir Ibnu Katsir ).

Dan masih banyak ayat-ayat serupa dalam al-Qur’an, yang menggambarkan taklidnya mereka kepada nenek moyang mereka, walaupun disampaikan kebenaran pada mereka, tetap mereka tidak mau mengikuti Allah dan RasulNya.

Memang tidak semua kebiasaan nenek moyang atau orang-orang tua terdahulu ditinggalkan, apa yang tidak bertentangan dengan islam, ya dilestarikan, sedangkan yang bertentangan dengan islam yang mengandung kesyirikan, kebid’ahan atau kemaksiatan, itu yang ditinggalkan.

KISAH SYAITAN DAN SEORANG PENEBANG POKOK

KISAH SYAITAN DAN SEORANG PENEBANG POKOK

Di zaman dahulu kala ada seorang shaleh dari kalangan Bani Israil yang hidupnya dihabiskan untuk beribadah kepada Allah Azza wa Jalla. Pada suatu ketika beberapa orang meghampirinya dan memberitahunya bahwa ada sebuah suku di sekitar tempat itu yang menyembah sebuah pohon yang mereka anggap keramat. Kabar ini membuatnya gusar, dan dengan menenteng sebuah kapak di pundaknya, orang shaleh ini bertekad untuk menebang pohon itu.

Pada perjalanannya kesana, syaitan menghampirinya dalam wujud seorang kakek tua. Syaitan bertanya kemana dia akan pergi. Orang shaleh itu berkata dia akan menebang sebuah pohon yang dianggap keramat oleh penduduk setempat. Syaitan berkata, “Kamu tidak perlu khawatir dengan pohon itu. Kamu lebih baik terus beribadah dan tidak perlu mengurusi sesuatu yang bukan menjadi urusanmu.” Tapi orang shaleh itu menyanggah, “Hal ini juga menjadi ibadah bagiku.” Kemudian syaitan terus mencegahnya untuk menebang pohon itu. Pada akhirnya terjadilah perkelahian di antara keduanya, dimana orang shaleh itu berhasil mengalahkan syaitan.

Setelah dirinya dikalahkan orang shaleh itu, syaitan memohon agar orang shaleh itu mendengarkannya barang sejenak. Setelah orang shaleh itu melepaskannya, dia berkata lagi, “Allah tidak mewajibkan kamu menebang pohon itu. Kamu tidak akan kehilangan apa-apa jika tidak menebangnya. Jika menebang pohon itu memang diwajibkan, maka Allah tentu telah memerintahkan salah satu dari nabi-nabi-Nya untuk melakukannya.” Tapi orang shaleh itu tetap bersikeras untuk menebang pohon itu. Kemudian mereka berdua berkelahi lagi dan dengan mudah orang shaleh itu mengalahkan syaitan untuk kedua kalinya.

“Kalau begitu dengarkan aku”, kata syaitan, “Aku ingin membuat penawaran yang akan menguntungkanmu.” Lalu syaitan kembali berkata, “Aku tahu kamu adalah seorang miskin dimana hidupmu sehari-hari dipenuhi kesusahan. Jika kamu menjauh dari tekadmu untuk menebang pohon itu, aku akan membayarmu dengan tiga keping koin emas setiap harinya. Kamu akan menemukan koin emas itu di bawah bantalmu. Dengan uang ini kamu bisa memenuhi kebutuhanmu sehari-hari, dapat menolong saudara-saudaramu, menolong orang-orang miskin, dan melakukan banyak kebaikan lainnya. Menebang pohon hanya akan menjadi satu kebaikan, dan ini tidak ada gunanya karena penduduk setempat akan menanam pohon lainnya.”

Penawaran ini disukai oleh orang shaleh itu dan dia pun setuju. Keesokan harinya setelah bangun tidur, dia mengecek di bawah bantalnya dan menemukan tiga keping koin emas seperti yang dijanjikan oleh syaitan. Dia merasa gembira dan wajahnya menjadi ceria. Lalu hari berikutnya dia kembali menemukan tiga keping koin emas di bawah bantalnya. Tapi pada hari ketiga tidak ada apa-apa di balik bantalnya. Koin emas yang dijanjikan syaitan tidak ditemukan disana. Dia pun menjadi marah, mengambil kapaknya, dan tekadnya untuk menebang pohon itu kembali berkobar. Syaitan lagi-lagi dengan menyamar sebagai seorang kakek tua menghadangnya di jalan dan bertanya kemana dia akan pergi. “Aku akan menebang pohon itu sekarang!” kata orang shaleh itu. “Aku tidak akan membiarkanmu melakukannya”, kata syaitan. Sebuah perkelahian kembali terjadi di antara keduanya tapi kali ini syaitan berhasil membuat orang shaleh itu bertekuk lutut dan mengalahkannya.

Orang shaleh itu pun terkejut melihat dirinya dikalahkan syaitan. Dia pun bertanya kepada syaitan, “Kenapa pada saat pertama kali aku bertemu denganmu, kamu bisa kukalahkan dengan mudah? Namun kali ini berbalik kamu yang mengalahkanku dengan mudahnya?” Syaitan menjawab, “Pada saat pertama kali, kemarahanmu tulus dan ikhlas karena ingin mencari ridha Allah, dan dengannya Allah pun membantumu untuk mengalahkanku, tapi kali ini kamu melakukannya hanya karena ingin mendapatkan koin emas itu dan maka dari itu kamu pun kalah.”

Jadi moral dari kisah ini adalah ketika kita melakukan suatu amal kebaikan, maka niatkanlah hanya untuk mencari ridha Allah. Kita juga bisa mengalahkan syaitan jika kita bertakwa kepada Allah. Hal ini sesuai dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala, “Sesungguhnya syaitan itu tidak ada kekuasannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Rabb-nya. Sesungguhnya kekuasaannya (syaitan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah.” (An Nahl[99]: 100)

https://www.lampu-islam.com/2017/03/kisah-setan-dan-seorang-penebang-pohon.html

Tiga Penyakit Yahudi

Tiga penyakit Yahudi

1) Mereka mengambil bahagian Taurat yang berkenaan harta benda dunia yang rendah secara menutup dari perkara sebenar, agar mendapat harta dan pengaruh.

2) Mereka mendakwa bahawa mereka akan diampun, dan kalau mereka masuk neraka, ia hanya untuk seketika sahaja kerana mereka mendakwa sebagai anak Allah [S. Maidah].

3) Apabila mereka mengambil satu dosa dunia dan kemudian dimaafkan Allah, mereka terus mengulangi dosa itu bila ada kesempatan. Mereka tidak jujur dalam melakukan taubat.

Banyak dari umat Nabi Muhammad yang berkelakuan demikian.

Mereka sentiasa melakukan dosa, dan apabila ada kesedaran timbul, mereka

mengatakan Allah adalah Maha Pengampun dan akan memaafkan mereka. (Ini biasanya berlaku di kalangan mereka yang mendapat harta melalui cara cara yang haram. – Anwarul Bayan).

MUTIARA AL-QURAN- Satu Pendekatan Ke Arah Memahami Al-Quran m/s : 177