MUBADARAH ATAU BERSEGERA DALAM KEBAIKAN ITU DISYARIATKAN.
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
الْمُؤْمِنُ القَوِيُّ، خَيْرٌ وَأَحَبُّ إلى اللهِ مِنَ المُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وفي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ علَى ما يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ باللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada Mukmin yang lemah. Namun setiap Mukmin itu baik. Semangatlah pada perkara yang bermanfaat bagimu, dan mintalah pertolongan kepada Allah (dalam perkara tersebut), dan jangan malas!” (HR. Muslim no. 2664).
Beliau juga bersabda:
بَادِرُوا بالأعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ المُظْلِمِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا، أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا، يَبِيعُ دِينَهُ بعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا
“Bersegeralah untuk beramal (shalih) sebelum datangnya fitnah yang samar seperti potongan malam gelap. Sehingga seseorang di pagi hari masih beriman dan sore hari sudah kafir. Di sore hari masih beriman namun di pagi hari sudah kafir. Ia menjual agamanya demi mendapatkan harta dunia” (HR. Muslim no.118).
Contoh: bersegera menikah, bersegera datang ke masjid, bersegera menuntut ilmu, bersegera bayar zakat, dll. Semua ini terpuji.
Yang tercela adalah isti’jal (tergesa-gesa).
Dari Anas bin Malik radhiallahu’ahu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
التَّأنِّي من اللهِ و العجَلَةُ من الشيطانِ
“Berhati-hati itu dari Allah, tergesa-gesa itu dari setan” (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra [20270], Ash Shahihah no. 1795).
Definisi tergesa-gesa adalah melakukan sesuatu sebelum datang waktu yang seharusnya.
Al Munawi menjelaskan:
العجلة فعل الشيء قبيل مجيء وقته
“Tergesa-gesa itu melakukan sesuatu sebelum datang waktu yang seharusnya” (Faidhul Qadir, 6/72).
Definisi lain dari tergesa-gesa adalah melakukan sesuatu tanpa berpikir dan tanpa memperhatikan dengan seksama terlebih dahulu.
Syaikh Ibnu Al Utsaimin menjelaskan:
يأخذ الإنسان الأمور بظاهرها فيتعجَّل ويحْكُم على الشَّيء قبل أن يتأنَّى فيه وينظر
“Tergesa-gesa adalah seseorang mengambil lahiriyah dari sesuatu semata dan menghukumi sesuatu sebelum berhati-hati menilainya dan sebelum memperhatikan dengan seksama” (Syarah Riyadhis Shalihin, 3/573).
Maka bersegera dalam kebaikan yang dipuji adalah jika melakukannya pada waktunya yang tepat dan didahului dengan ilmu, kehatian-hatian serta memperhatikan dengan seksama.
Oleh karena itu, di sisi lain, kita juga dianjurkan punya sikap tenang dan hati-hati.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda tentang Al Asyaj ‘Abdul Qais:
إن فيكَ خصلتينِ يحبهُما اللهُ : الحلمُ والأناةُ
“sesungguhnya pada dirimu ada 2 hal yang dicintai Allah: sifat al hilm dan al aanah” (HR. Muslim).
Hadits ini menunjukkan terpujinya sifat al-hilm (tenang).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah menjelaskan: “Al Hilm adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan dirinya ketika marah. Al Aanah adalah berhati-hati dalam bertindak dan tidak tergesa-gesa, serta tidak mengambil kesimpulan dari sekedar yang nampak sekilas saja, lalu serta-merta menghukuminya, padahal yang benar hendaknya ia berhati-hati dan menelitinya” (Syarah Riyadhus Shalihin, 3/573).
Dan sikap tenang serta hati-hati ini berbeda dengan malas. Karena malas itu justru tercela.
Allah ta’ala berfirman tentang orang munafik:
وَلاَ يَأْتُونَ الصَّلاَةَ إِلاَّ وَهُمْ كُسَالَى
“Mereka tidak mengerjakan shalat berjama’ah kecuali dengan malas-malasan” (QS. At Taubah: 54).
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga berlindung dari sifat malas:
اللَّهمَّ إنِّي أعوذ بك مِن العَجْز، والكَسَل، والجبن، والهرم، والبخل، وأعوذ بك مِن عذاب القبر، ومِن فتنة المحيا والممات
“Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari kelemahan, dari kemalasan, dari sifat pengecut, dari penyakit di hari tua, dari sifat pelit dan aku berlindung kepadaMu dari adzab kubur, dan dari fitnah orang yang hidup dan orang yang mati” (HR. Bukhari – Muslim).
Ini semua menunjukkan bahwa sifat malas itu tercela.
Lalu apa definisi malas?
Al Munawi menjelaskan:
الكَسَل: التَّثاقُل والتَّراخي عمَّا ينبغي مع القُدْرة، أو هو عدم انبعاث النَّفس لفعل الخير
“Al kasal (malas) adalah merasa berat dan menunda-nunda perkara yang semestinya dilakukan, padahal ia mampu. Atau tidak ada motivasi dalam hati untuk melakukan kebaikan” (Faidhul Qadir, 2/154).
Maka bedakan al-hilm (tenang) dengan al-kasal (malas). Jadilah orang yang tenang, tapi jangan jadi orang yang malas!
Semoga Allah ta’ala memberi taufik.